Monday, January 26, 2015

Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia



Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 9


c. Bidang Ekonomi
Tidak begitu banyak keterangan yang didapat mengenai kegiatan ekonomi
masyarakat di Kerajaan Kutai. Namun, diperkirakan mereka hidup dari hasil
pertanian dan peternakan. Kemungkinan hidup dari hasil pertanian didasarkan
pada letak Kerajaan Kutai juga berada di pedalaman Kalimatan dan dekat aliran
Sungai Mahakam. Kehidupan peternakan juga menjadi andalan hidup mereka
mengingat seringnya raja mengadakan upacara persembahan. Misalnya, raja
pernah menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana. Di Kerajaan
Kutai sering juga dilakukan upacara Asmawedha atau upacara pelepasan kuda
untuk menentukan batas-batas wilayah kerajaan.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia terdapat di Jawa Barat. Kerajaan
itu bernama Tarumanegara. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lo-
mo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan
Kutai, yaitu pada abad ke-5 M. Bukti yang memperkuat pendapat itu adalah
ditemukannya tujuh prasasti, yaitu Prasasti Citarum (Ciaruteun), Prasasti Kebon
Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi  (Pasir Muara), dan  Prasasti Muara
Cianten (di Bogor); Prasasti Tugu (di Jakarta); Prasasti Lebak Munjul (di Banten
Selatan). Ketujuh prasasti itu ditulis menggunakan  huruf Pallawa  dengan
menggunakan bahasa Sanskerta.
a. Bidang Politik
Pada abad ke-5 M telah berdiri Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan
Tarumanegara diperintah oleh  Raja Purnawarman . Raja Purnawarman
merupakan raja yang cakap dan berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, rakyatnya hidup makmur dalam suasana aman dan tenteram.
Pengaruh agama Hindu dan adanya berita dari Cina membuktikan bahwa
Kerajaan Tarumanegara telah mengadakan hubungan dengan luar negeri. Adanya
hubungan dengan luar negeri menyebabkan kehidupan masyarakat
Tarumanegara bertambah maju, baik bidang ilmu pengetahuan maupun bidang
perdagangan.
b. Bidang Sosial Budaya
Hasil peninggalan kebudayaan dari Kerajaan Tarumanegara berupa arca
dan prasasti. Peninggalan kebudayaan berupa tujuh buah prasasti.
Prasasti Ciaruteun ditemukan di daerah Ciaruteun, Jawa Barat. Dalam
Prasasti Ciaruteun, terdapat bekas pahatan tapak kaki yang menerangkan bahwa
sepasang tapak kaki yang dipahatkan tersebut milik Raja Tarumanegara yang
digambarkan seperti tapak kaki Dewa Wisnu.
Prasasti Kebun Kopi  ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan
Cibungbulang. Di situ tergambar dua tapak kaki gajah yang diidentikkan dengan
gajah Airawata (milik Dewa Wisnu).

Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 10

Pribadi yang Cakap

Prasasti yang terpenting adalah Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing,
Jakarta. Prasasti itu berisi, antara lain tentang penggalian sebuah saluran air
sepanjang 6.112 tombak (11 km) yang diberi nama  Gomati. Pekerjan itu
dilakukan pada pemerintahan yang ke-22 dan selesai dalam 21 hari. Prasasti
itu juga menyebutkan penggalian  Sungai Candrabhaga atau  Sungai Bekasi
sekarang (menurut penafsiran Prof. Dr. Purbacaraka).
Prasasti Jambu ditemukan di Bukit Koleangkak, tepatnya 30 km sebelah
barat Bogor. Isi prasasti itu mengagungkan dan menyanjung keperkasaan Raja
Purnawarman, baik dalam pemerintahan maupun dalam peperangan.
Prasasti Pasir Awi  dan  Prasasti Muara Cianten  belum dapat terbaca.
Sementara itu,  Prasasti Lebak ditemukan pada tahun 1947. Meskipun sudah
terbaca, prasasti itu juga belum dapat diketahui maknanya.
Di samping tujuh prasasti itu, ditemukan pula  Arca Rajarsi dan dua Arca
Wisnu dari Cibuaya yang mempunyai langgam seni Pallawa, India Selatan dari
abad ke-7 sampai dengan ke-8 M. Arca itu memiliki persamaan dengan arca
yang ditemukan Malaya (Malaysia), Siam (Thailand), dan Kampuchea.
Diperkirakan kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bertumpu pada
kegiatan pertanian. Aspek gotong royong menjadi pola hidup mereka.
Pembuatan saluran air Gomati merupakan salah satu contoh kehidupan gotong
royong yang mereka lakukan. Pemberian 1.000 ekor hewan sapi dari Raja
Purnawarman kepada para brahmana juga menunjukkan bahwa peternakan
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Tarumanegara.
d. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, rakyat hidup aman dan
teratur. Mata pencaharian penduduknya adalah pertanian. Selain itu, untuk
kepentingan rakyat, Raja Purnawarman memerintahkan penggalian saluran air
yang diberi nama Gomati dengan panjang  lebih kurang 11 km. Manfaat saluran
tersebut untuk mengairi sawah dan mencegah bahaya banjir. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat Tarumanegara sudah
cukup tinggi.
Kehidupan ekonomi pada kerajaan-kerajaan bercorak Hindu–Buddha
di Indonesia cukup teratur. Anda harus berbangga dan bersyukur
mempunyai nenek moyang yang tangguh dan terkenal sebagai pelaut yang
ulung. Bagaimana cara Anda memanjatkan rasa syukur?
Carilah keunggulan bangsa Indonesia dalam dunia pelayaran dan
perdagangan pada abad XI!
Hasil kerja Anda dikumpulkan kepada bapak/ibu guru Anda!

Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 11

3. Kerajaan Sriwijaya

Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan serta berita dari Cina dan
Arab dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada akhir abad ke-
7. Berdasarkan berita dari Cina yang dibuat pada masa Dinasti T’ang disebutkan
bahwa di pantai timur Sumatra Selatan telah berdiri sebuah kerajaan yang disebut
She-li-fo-she. Nama kerajaan itu diidentikkan dengan Sriwijaya. Pendeta Buddha
dari Cina, I Tsing juga pernah singgah di Sriwijaya dalam perjalanannya ke
India pada tahun 671 M. I Tsing datang lagi ke Sriwijaya pada tahun 685 M
untuk menerjemahkan kitab suci agama Buddha selama empat tahun di bawah
bimbingan Sakyakirti. Jadi, pada abad ke-7 Sriwijaya telah berkembang menjadi
pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara.
Sekitar tahun 692 M Sriwijaya telah mampu menaklukkan Melayu dan
Tarumanegara. Hal itu diperkuat dengan adanya keterangan pada lima prasasti
yang dikeluarkan Raja Sriwijaya yang ditulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa
Melayu Kuno.
Prasasti tertua tentang Sriwijaya ditemukan di Kedukan Bukit, tepi Sungai
Tatang dekat Palembang. Prasasti itu berangka tahun 683 M dan terdiri atas 10
baris kalimat. Prasasti itu berisi cerita bahwa pada tahun 683 M ada orang
besar bernama  Dapunta Hiyang mengadakan perjalanan suci ( siddhayatra)
dengan membawa 20.000 tentara berangkat dari Minangatamwan naik perahu.
Sementara itu, tentara sebanyak 1.312 berjalan darat datang di Melayu dan
akhirnya membuat Kerajaan Sriwijaya.
Isi Prasasti Kedukan Bukit yang patut disangsikan adalah jumlah tentara
yang mencapai angka 20.000. Benarkah jumlah tersebut? Jika dikaitkan dengan
jumlah penduduk pada waktu itu yang belum banyak, kiranya angka 20.000
itu bukan jumlah yang sebenarnya, melainkan hanya untuk menunjukkan betapa
banyaknya tentara yang dikirim sehingga sulit dihitung. Hal itu diperkuat oleh
isi Prasasti Kedukan Bukit pada baris ke-6 yang menyebutkan bahwa 200 orang
menggunakan perahu dan 1.312 berjalan di darat.
Berdasarkan isi Prasasti Kedukan Bukit itu,  Prof. Dr. Purbacaraka
menyimpulkan bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minangkabau. Jika hal itu
benar, Sriwijaya berdiri sekitar tahun 685 karena pada tahun 670–673 Sriwijaya
tidak mengirimkan utusan ke Cina.
Prasasti berikutnya ditemukan di Talang Tuo, dekat Palembang. Prasasti
itu terdiri atas 14 baris kalimat dan berangka tahun 606 Saka atau 684 M.
Prasasti itu menyebutkan bahwa atas perintah  Dapunta Hyang Sri Jayanaga
telah dibuat taman yang disebut Srikesetra untuk kemakmuran semua makhluk.
Di samping itu, juga ada doa-doa yang bersifat Buddha Mahayana.
Prasasti lainnya ditemukan di Kotakapur, Bangka, dan Karang Berahi (Jambi
Hulu). Kedua prasasti itu berangka tahun 686 M dan sebagian besar isinya
sama, yaitu memohon kepada dewa agar menjaga keamanan dan keselamatan
Sriwijaya beserta rajanya serta menghukum setiap orang yang bermaksud jahat

Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 12

dan mendurhakai kekuasaan Sriwijaya. Isi prasasti yang paling menarik adalah
pada baris ke-10 yang berbunyi, “Sumpah ini dipahat di batasnya kekuasaan
Sriwijaya yang sangat berusaha menaklukkan bumi Jawa yang tidak tunduk
kepada Sriwijaya.” Dari prasasti itu jelas bahwa Sriwijaya memang berusaha
keras memperluas kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan di sekitarnya,
seperti Melayu, Tulangbawang, dan Tarumanegara (Bumi Jawa) sehingga pada
waktu itu tidak sempat mengirimkan utusannya ke Cina.
Prasasti yang ke-5 ditemukan di Palas Pasemah, Lampung Selatan. Prasasti
itu menyebutkan bahwa daerah Lampung Selatan pada waktu itu sudah diduduki
Sriwijaya. Raja Sriwijaya menjatuhkan kutukan yang seram bagi mereka yang
melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap perintahnya.
a. Bidang Politik
Zaman keemasan Sriwijaya terwujud pada abad ke-8 dan ke-9 ketika di-
perintah Balaputradewa. Menurut Prasasti Ligor (775 M), Sriwijaya saat itu
diperintah oleh Raja Dharmasetu dan telah mendirikan pangkalan di Semenan-
jung Malaya (daerah Ligor). Prasasti itu juga menyebutkan seorang raja yang
bernama Wisnu dari keluarga Syailendra. Nama raja itu dijumpai pada prasasti
(Jawa Tengah) dengan nama Sanggramadananjaya (Dananjaya atau Wisnu).
Berdasarkan Prasasti Nalanda (India) diketahui bahwa Balaputradewa adalah
cucu seorang raja dari Jawa yang berasal dari keluarga Syailendra ( Sri
Wirawairimathana). Ayahnya bernama Samaragrawira atau Samaratungga yang
kawin dengan Dewi Tara putri dari Raja Dharmasetu (Sriwijaya). Samaratungga
memerintah tahun 824 M.
Dinasti Syailendra terdesak oleh Dinasti Sanjaya. Balaputradewa yang
merupakan keturunan Dinasti Syailendra melarikan diri ke Sriwijaya dan
bertakhta menjadi raja. Sejak pemerintahan  Dharmasetu, Sriwijaya berhasil
membangun negaranya menjadi besar. Dengan armada laut yang kuat, Sriwijaya
berhasil menguasai jalur-jalur perdagangan antara India dan Cina, baik di Selat
Malaka, Selat Sunda, maupun di Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Sejak saat itu, Sriwijaya tumbuh menjadi kerajaan maritim yang besar di Asia
Tenggara dan menguasai perdagangan laut.
1) Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Pala
Berdasarkan sebagian isi Prasasti Nalanda disebutkan bahwa setelah naik
takhta, Balaputradewa segera menjalin hubungan dengan Kerajaan Pala yang
diperintah oleh Raja Dewapala. Hubungan itu mengandung tiga maksud, yaitu:
a) membentengi Kerajaan Sriwijaya agar lebih kuat;
b) meningkatkan hubungan perdagangan;
c) memperdalam pengetahuan agama Buddha karena di India telah berdiri
Perguruan Tinggi Nalanda.

Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 13

Karena hubungan baik itu, banyak biksu dari Sriwijaya yang belajar di
Nalanda. Untuk keperluan itulah, Raja Dewapala berkenan memberikan hadiah
tanah kepada Balaputradewa untuk pembangunan wihara. Wihara itu digunakan
bagi kepentingan para peziarah dari Suwarnadwipa (Sumatra) yang sedang
belajar agama Buddha dan pengetahuan lainnya di Nalanda.
Setelah menyelesaikan pelajarannya di Nalanda, para biksu pulang dan
mengajarkan ilmunya di Sriwijaya. Oleh karena itu, Sriwijaya tumbuh menjadi
pusat pengajaran agama Buddha terbesar di Asia Tenggara. Ini terbukti dengan
datangnya pendeta Buddha dari Tibet bernama Atisa pada tahun 1011–1023
untuk memperdalam agama Buddha di bawah asuhan pendeta tertinggi di
Sriwijaya, yaitu Dharmakirti.
2) Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala
Sampai kapan Balaputradewa memerintah, tidak ada bukti-bukti tertulis
yang menjelaskan. Akan tetapi, pada tahun 990 Sriwijaya diserang oleh Raja
Dharmawangsa dari Jawa Timur. Pada waktu itu Sriwijaya dipimpin  Sri
Cudamaniwarmadewa. Setelah raja itu mangkat, digantikan oleh putranya, yaitu
Marawijayottunggawarman. Ia mengaku keturunan Raja Syailendra. Ia tidak mau
mengakui kekuasaan Dharmawangsa. Untuk memperkuat kedudukannya, ia
menjalin hubungan dengan Kerajaan Colamandala (India Selatan) yang saat itu
diperintah oleh Rajakesariwarman Raja-Raja I.
Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala itu berjalan baik se-
hingga Raja Sriwijaya oleh Raja Colamandala diperbolehkan mendirikan
wihara di daerah Nagipattana pada tahun 1006. Berkat kerja sama dengan
Colamandala, kekuasaan dan kewibawaan Sriwijaya pulih sehingga dapat me-
nguasai kembali jalur perdagangan India–Cina melalui Selat Malaka.
Dalam perkembangan selanjutnya, kebesaran Sriwijaya dianggap menyaingi
dan merugikan perdagangan Colamandala. Sejak saat itu, hubungan kedua
kerajaan mulai retak, bahkan berubah menjadi permusuhan. Ketegangan itu
terjadi ketika Kerajaan Colamandala diperintah oleh  Rajendracoladewa dan
Sriwijaya diperintah oleh  Sri Sanggramawijayottunggawarman. Pada tahun
1023 Sriwijaya dan Kedah diserang oleh Rajendracoladewa dan diulangi lagi
pada tahun 1030. Raja Sriwijaya dapat ditawan. Hal itu diterangkan oleh Prasasti
Tanjore yang berangka tahun 1030.
Serangan Rajendracoladewa itu tidak bermaksud untuk menduduki dan
menjajah Sriwijaya. Namun, serangan itu hanya untuk menghancurkan
kekuasaan laut Sriwijaya. Tujuannya,  agar India dapat menguasai lagi jalur
perdagangannya dengan Cina melalui Selat Malaka dan Selat Sunda.
3) Hubungan Sriwijaya dengan Cina
Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Negeri Cina. Sriwijaya sering
mengirim utusannya kepada Kaisar Cina dengan membawa berbagai macam
hadiah. Hal itu dimaksudkan agar Kaisar Cina tidak menyerang Sriwijaya. Para
pendeta Buddha dari Cina pun banyak yang belajar agama Buddha di Sriwijaya,
misalnya I Tsing.

Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 14

Raja Sriwijaya, bahkan pada abad ke-9 mengirimkan utusannya ke Cina
untuk ikut serta memperbaiki Kuil Taqist di Kanton. Dengan hubungan diplomasi
yang baik, Sriwijaya ternyata dapat terhindar dari kemungkinan serbuan
pasukan Cina.
b. Bidang Sosial Budaya
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas
perdagangan internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam
menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu
mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya.
Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi, dan
Semanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai
kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India,
seperti nama-nama India, adat istiadat, serta tradisi dalam agama Hindu. Oleh
karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di
Asia Tenggara.
c. Bidang Ekonomi
Untuk menjaga keamanan wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya membangun
armadanya dengan kuat. Dengan demikian, perdagangan yang berlangsung di
Sriwijaya dapat berjalan aman sehingga rakyatnya dapat hidup aman dan makmur.
Sebagian besar penduduk Sriwijaya hidup dari hasil perdagangan dan pelayaran.
Dari wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya banyak memperoleh bea cukai dari
kapal-kapal dagang yang melintasi atau singgah di pelabuhan milik Sriwijaya.
Sriwijaya menjual barang-barang produksinya, seperti emas, perak, gading,
penyu, kemenyan, kapur barus, lada, dan damar. Para pedagang asing dapat
menukarnya dengan aneka porselin, kain katun, dan sutra.
Kemajuan pesat dari Kerajaan Sriwijaya selain karena rajanya cakap, gagah
berani, dan bijaksana, juga didukung oleh faktor yang menguntungkan. Faktor-
faktor itu, antara lain sebagai berikut.
1) Letaknya strategis berada pada jalur perdagangan India–Cina.
2) Sriwijaya telah menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, Semenanjung Malaya,
dan Tanah Genting Kra sebagai pusat perdagangan.
3) Hasil bumi Sriwijaya dan sekitarnya sebagai mata perdagangan yang
berharga, terutama rempah-rempah dan emas tersedia banyak.
4) Armada lautnya kuat sehingga mampu menjalin hubungan dan kerja sama
dengan Kerajaan India dan Cina.
5) Pendapatan Sriwijaya melimpah ruah yang berasal dari:
a) bea cukai barang dagangan yang keluar-masuk,
b) bea cukai kapal asing yang melalui bandarnya,
c) upeti para pedagang dan raja taklukan, dan
d) hasil bumi serta hasil perdagangan sendiri.

No comments:

Pages