Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 9
c. Bidang Ekonomi
Tidak begitu banyak keterangan yang didapat mengenai
kegiatan ekonomi
masyarakat di Kerajaan Kutai. Namun, diperkirakan mereka
hidup dari hasil
pertanian dan peternakan. Kemungkinan hidup dari hasil
pertanian didasarkan
pada letak Kerajaan Kutai juga berada di pedalaman Kalimatan
dan dekat aliran
Sungai Mahakam. Kehidupan peternakan juga menjadi andalan
hidup mereka
mengingat seringnya raja mengadakan upacara persembahan.
Misalnya, raja
pernah menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Di Kerajaan
Kutai sering juga dilakukan upacara Asmawedha atau upacara
pelepasan kuda
untuk menentukan batas-batas wilayah kerajaan.
2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia terdapat di Jawa
Barat. Kerajaan
itu bernama Tarumanegara. Dalam berita Cina, Tarumanegara
disebut To-lo-
mo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan
Kerajaan
Kutai, yaitu pada abad ke-5 M. Bukti yang memperkuat
pendapat itu adalah
ditemukannya tujuh prasasti, yaitu Prasasti Citarum
(Ciaruteun), Prasasti Kebon
Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (Pasir Muara), dan Prasasti Muara
Cianten (di Bogor); Prasasti Tugu (di Jakarta); Prasasti
Lebak Munjul (di Banten
Selatan). Ketujuh prasasti itu ditulis menggunakan huruf Pallawa
dengan
menggunakan bahasa Sanskerta.
a. Bidang Politik
Pada abad ke-5 M telah berdiri Kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan
Tarumanegara diperintah oleh
Raja Purnawarman . Raja Purnawarman
merupakan raja yang cakap dan berusaha meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, rakyatnya hidup makmur dalam suasana aman
dan tenteram.
Pengaruh agama Hindu dan adanya berita dari Cina membuktikan
bahwa
Kerajaan Tarumanegara telah mengadakan hubungan dengan luar
negeri. Adanya
hubungan dengan luar negeri menyebabkan kehidupan masyarakat
Tarumanegara bertambah maju, baik bidang ilmu pengetahuan
maupun bidang
perdagangan.
b. Bidang Sosial Budaya
Hasil peninggalan kebudayaan dari Kerajaan Tarumanegara
berupa arca
dan prasasti. Peninggalan kebudayaan berupa tujuh buah
prasasti.
Prasasti Ciaruteun ditemukan di daerah Ciaruteun, Jawa
Barat. Dalam
Prasasti Ciaruteun, terdapat bekas pahatan tapak kaki yang
menerangkan bahwa
sepasang tapak kaki yang dipahatkan tersebut milik Raja
Tarumanegara yang
digambarkan seperti tapak kaki Dewa Wisnu.
Prasasti Kebun Kopi
ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan
Cibungbulang. Di situ tergambar dua tapak kaki gajah yang
diidentikkan dengan
gajah Airawata (milik Dewa Wisnu).
Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 10
Pribadi yang Cakap
Prasasti yang terpenting adalah Prasasti Tugu yang ditemukan
di Cilincing,
Jakarta. Prasasti itu berisi, antara lain tentang penggalian
sebuah saluran air
sepanjang 6.112 tombak (11 km) yang diberi nama Gomati. Pekerjan itu
dilakukan pada pemerintahan yang ke-22 dan selesai dalam 21
hari. Prasasti
itu juga menyebutkan penggalian Sungai Candrabhaga atau Sungai Bekasi
sekarang (menurut penafsiran Prof. Dr. Purbacaraka).
Prasasti Jambu ditemukan di Bukit Koleangkak, tepatnya 30 km
sebelah
barat Bogor. Isi prasasti itu mengagungkan dan menyanjung
keperkasaan Raja
Purnawarman, baik dalam pemerintahan maupun dalam
peperangan.
Prasasti Pasir Awi
dan Prasasti Muara Cianten belum dapat terbaca.
Sementara itu,
Prasasti Lebak ditemukan pada tahun 1947. Meskipun sudah
terbaca, prasasti itu juga belum dapat diketahui maknanya.
Di samping tujuh prasasti itu, ditemukan pula Arca Rajarsi dan dua Arca
Wisnu dari Cibuaya yang mempunyai langgam seni Pallawa,
India Selatan dari
abad ke-7 sampai dengan ke-8 M. Arca itu memiliki persamaan
dengan arca
yang ditemukan Malaya (Malaysia), Siam (Thailand), dan
Kampuchea.
Diperkirakan kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara
bertumpu pada
kegiatan pertanian. Aspek gotong royong menjadi pola hidup
mereka.
Pembuatan saluran air Gomati merupakan salah satu contoh
kehidupan gotong
royong yang mereka lakukan. Pemberian 1.000 ekor hewan sapi
dari Raja
Purnawarman kepada para brahmana juga menunjukkan bahwa
peternakan
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat
Tarumanegara.
d. Bidang Ekonomi
Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, rakyat hidup aman
dan
teratur. Mata pencaharian penduduknya adalah pertanian.
Selain itu, untuk
kepentingan rakyat, Raja Purnawarman memerintahkan
penggalian saluran air
yang diberi nama Gomati dengan panjang lebih kurang 11 km. Manfaat saluran
tersebut untuk mengairi sawah dan mencegah bahaya banjir.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat
Tarumanegara sudah
cukup tinggi.
Kehidupan ekonomi pada kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu–Buddha
di Indonesia cukup teratur. Anda harus berbangga dan
bersyukur
mempunyai nenek moyang yang tangguh dan terkenal sebagai
pelaut yang
ulung. Bagaimana cara Anda memanjatkan rasa syukur?
Carilah keunggulan bangsa Indonesia dalam dunia pelayaran
dan
perdagangan pada abad XI!
Hasil kerja Anda dikumpulkan kepada bapak/ibu guru Anda!
Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 11
3. Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan serta berita
dari Cina dan
Arab dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada
akhir abad ke-
7. Berdasarkan berita dari Cina yang dibuat pada masa
Dinasti T’ang disebutkan
bahwa di pantai timur Sumatra Selatan telah berdiri sebuah
kerajaan yang disebut
She-li-fo-she. Nama kerajaan itu diidentikkan dengan
Sriwijaya. Pendeta Buddha
dari Cina, I Tsing juga pernah singgah di Sriwijaya dalam
perjalanannya ke
India pada tahun 671 M. I Tsing datang lagi ke Sriwijaya
pada tahun 685 M
untuk menerjemahkan kitab suci agama Buddha selama empat
tahun di bawah
bimbingan Sakyakirti. Jadi, pada abad ke-7 Sriwijaya telah
berkembang menjadi
pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara.
Sekitar tahun 692 M Sriwijaya telah mampu menaklukkan Melayu
dan
Tarumanegara. Hal itu diperkuat dengan adanya keterangan
pada lima prasasti
yang dikeluarkan Raja Sriwijaya yang ditulis dengan huruf
Pallawa dalam bahasa
Melayu Kuno.
Prasasti tertua tentang Sriwijaya ditemukan di Kedukan
Bukit, tepi Sungai
Tatang dekat Palembang. Prasasti itu berangka tahun 683 M
dan terdiri atas 10
baris kalimat. Prasasti itu berisi cerita bahwa pada tahun
683 M ada orang
besar bernama Dapunta
Hiyang mengadakan perjalanan suci ( siddhayatra)
dengan membawa 20.000 tentara berangkat dari Minangatamwan
naik perahu.
Sementara itu, tentara sebanyak 1.312 berjalan darat datang
di Melayu dan
akhirnya membuat Kerajaan Sriwijaya.
Isi Prasasti Kedukan Bukit yang patut disangsikan adalah
jumlah tentara
yang mencapai angka 20.000. Benarkah jumlah tersebut? Jika
dikaitkan dengan
jumlah penduduk pada waktu itu yang belum banyak, kiranya
angka 20.000
itu bukan jumlah yang sebenarnya, melainkan hanya untuk
menunjukkan betapa
banyaknya tentara yang dikirim sehingga sulit dihitung. Hal
itu diperkuat oleh
isi Prasasti Kedukan Bukit pada baris ke-6 yang menyebutkan
bahwa 200 orang
menggunakan perahu dan 1.312 berjalan di darat.
Berdasarkan isi Prasasti Kedukan Bukit itu, Prof. Dr. Purbacaraka
menyimpulkan bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minangkabau.
Jika hal itu
benar, Sriwijaya berdiri sekitar tahun 685 karena pada tahun
670–673 Sriwijaya
tidak mengirimkan utusan ke Cina.
Prasasti berikutnya ditemukan di Talang Tuo, dekat
Palembang. Prasasti
itu terdiri atas 14 baris kalimat dan berangka tahun 606
Saka atau 684 M.
Prasasti itu menyebutkan bahwa atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga
telah dibuat taman yang disebut Srikesetra untuk kemakmuran
semua makhluk.
Di samping itu, juga ada doa-doa yang bersifat Buddha
Mahayana.
Prasasti lainnya ditemukan di Kotakapur, Bangka, dan Karang
Berahi (Jambi
Hulu). Kedua prasasti itu berangka tahun 686 M dan sebagian
besar isinya
sama, yaitu memohon kepada dewa agar menjaga keamanan dan
keselamatan
Sriwijaya beserta rajanya serta menghukum setiap orang yang
bermaksud jahat
Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 12
dan mendurhakai kekuasaan Sriwijaya. Isi prasasti yang
paling menarik adalah
pada baris ke-10 yang berbunyi, “Sumpah ini dipahat di
batasnya kekuasaan
Sriwijaya yang sangat berusaha menaklukkan bumi Jawa yang
tidak tunduk
kepada Sriwijaya.” Dari prasasti itu jelas bahwa Sriwijaya
memang berusaha
keras memperluas kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan di
sekitarnya,
seperti Melayu, Tulangbawang, dan Tarumanegara (Bumi Jawa)
sehingga pada
waktu itu tidak sempat mengirimkan utusannya ke Cina.
Prasasti yang ke-5 ditemukan di Palas Pasemah, Lampung
Selatan. Prasasti
itu menyebutkan bahwa daerah Lampung Selatan pada waktu itu
sudah diduduki
Sriwijaya. Raja Sriwijaya menjatuhkan kutukan yang seram
bagi mereka yang
melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap perintahnya.
a. Bidang Politik
Zaman keemasan Sriwijaya terwujud pada abad ke-8 dan ke-9
ketika di-
perintah Balaputradewa. Menurut Prasasti Ligor (775 M),
Sriwijaya saat itu
diperintah oleh Raja Dharmasetu dan telah mendirikan
pangkalan di Semenan-
jung Malaya (daerah Ligor). Prasasti itu juga menyebutkan
seorang raja yang
bernama Wisnu dari keluarga Syailendra. Nama raja itu
dijumpai pada prasasti
(Jawa Tengah) dengan nama Sanggramadananjaya (Dananjaya atau
Wisnu).
Berdasarkan Prasasti Nalanda (India) diketahui bahwa
Balaputradewa adalah
cucu seorang raja dari Jawa yang berasal dari keluarga
Syailendra ( Sri
Wirawairimathana). Ayahnya bernama Samaragrawira atau
Samaratungga yang
kawin dengan Dewi Tara putri dari Raja Dharmasetu
(Sriwijaya). Samaratungga
memerintah tahun 824 M.
Dinasti Syailendra terdesak oleh Dinasti Sanjaya.
Balaputradewa yang
merupakan keturunan Dinasti Syailendra melarikan diri ke
Sriwijaya dan
bertakhta menjadi raja. Sejak pemerintahan Dharmasetu, Sriwijaya berhasil
membangun negaranya menjadi besar. Dengan armada laut yang
kuat, Sriwijaya
berhasil menguasai jalur-jalur perdagangan antara India dan
Cina, baik di Selat
Malaka, Selat Sunda, maupun di Semenanjung Malaya dan Tanah
Genting Kra.
Sejak saat itu, Sriwijaya tumbuh menjadi kerajaan maritim
yang besar di Asia
Tenggara dan menguasai perdagangan laut.
1) Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Pala
Berdasarkan sebagian isi Prasasti Nalanda disebutkan bahwa
setelah naik
takhta, Balaputradewa segera menjalin hubungan dengan
Kerajaan Pala yang
diperintah oleh Raja Dewapala. Hubungan itu mengandung tiga
maksud, yaitu:
a) membentengi Kerajaan Sriwijaya agar lebih kuat;
b) meningkatkan hubungan perdagangan;
c) memperdalam pengetahuan agama Buddha karena di India
telah berdiri
Perguruan Tinggi Nalanda.
Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 13
Karena hubungan baik itu, banyak biksu dari Sriwijaya yang
belajar di
Nalanda. Untuk keperluan itulah, Raja Dewapala berkenan
memberikan hadiah
tanah kepada Balaputradewa untuk pembangunan wihara. Wihara
itu digunakan
bagi kepentingan para peziarah dari Suwarnadwipa (Sumatra)
yang sedang
belajar agama Buddha dan pengetahuan lainnya di Nalanda.
Setelah menyelesaikan pelajarannya di Nalanda, para biksu
pulang dan
mengajarkan ilmunya di Sriwijaya. Oleh karena itu, Sriwijaya
tumbuh menjadi
pusat pengajaran agama Buddha terbesar di Asia Tenggara. Ini
terbukti dengan
datangnya pendeta Buddha dari Tibet bernama Atisa pada tahun
1011–1023
untuk memperdalam agama Buddha di bawah asuhan pendeta
tertinggi di
Sriwijaya, yaitu Dharmakirti.
2) Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala
Sampai kapan Balaputradewa memerintah, tidak ada bukti-bukti
tertulis
yang menjelaskan. Akan tetapi, pada tahun 990 Sriwijaya
diserang oleh Raja
Dharmawangsa dari Jawa Timur. Pada waktu itu Sriwijaya
dipimpin Sri
Cudamaniwarmadewa. Setelah raja itu mangkat, digantikan oleh
putranya, yaitu
Marawijayottunggawarman. Ia mengaku keturunan Raja
Syailendra. Ia tidak mau
mengakui kekuasaan Dharmawangsa. Untuk memperkuat
kedudukannya, ia
menjalin hubungan dengan Kerajaan Colamandala (India
Selatan) yang saat itu
diperintah oleh Rajakesariwarman Raja-Raja I.
Hubungan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala itu berjalan
baik se-
hingga Raja Sriwijaya oleh Raja Colamandala diperbolehkan
mendirikan
wihara di daerah Nagipattana pada tahun 1006. Berkat kerja
sama dengan
Colamandala, kekuasaan dan kewibawaan Sriwijaya pulih
sehingga dapat me-
nguasai kembali jalur perdagangan India–Cina melalui Selat
Malaka.
Dalam perkembangan selanjutnya, kebesaran Sriwijaya dianggap
menyaingi
dan merugikan perdagangan Colamandala. Sejak saat itu,
hubungan kedua
kerajaan mulai retak, bahkan berubah menjadi permusuhan.
Ketegangan itu
terjadi ketika Kerajaan Colamandala diperintah oleh Rajendracoladewa dan
Sriwijaya diperintah oleh
Sri Sanggramawijayottunggawarman. Pada tahun
1023 Sriwijaya dan Kedah diserang oleh Rajendracoladewa dan
diulangi lagi
pada tahun 1030. Raja Sriwijaya dapat ditawan. Hal itu
diterangkan oleh Prasasti
Tanjore yang berangka tahun 1030.
Serangan Rajendracoladewa itu tidak bermaksud untuk
menduduki dan
menjajah Sriwijaya. Namun, serangan itu hanya untuk
menghancurkan
kekuasaan laut Sriwijaya. Tujuannya, agar India dapat menguasai lagi jalur
perdagangannya dengan Cina melalui Selat Malaka dan Selat
Sunda.
3) Hubungan Sriwijaya dengan Cina
Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Negeri Cina.
Sriwijaya sering
mengirim utusannya kepada Kaisar Cina dengan membawa berbagai
macam
hadiah. Hal itu dimaksudkan agar Kaisar Cina tidak menyerang
Sriwijaya. Para
pendeta Buddha dari Cina pun banyak yang belajar agama
Buddha di Sriwijaya,
misalnya I Tsing.
Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 14
Raja Sriwijaya, bahkan pada abad ke-9 mengirimkan utusannya
ke Cina
untuk ikut serta memperbaiki Kuil Taqist di Kanton. Dengan
hubungan diplomasi
yang baik, Sriwijaya ternyata dapat terhindar dari
kemungkinan serbuan
pasukan Cina.
b. Bidang Sosial Budaya
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu
lintas
perdagangan internasional menyebabkan masyarakatnya lebih
terbuka dalam
menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga
telah mampu
mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya.
Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai
bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka,
Jambi, dan
Semanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima
berbagai
kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi
kebudayaan India,
seperti nama-nama India, adat istiadat, serta tradisi dalam
agama Hindu. Oleh
karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan
ajaran Buddha di
Asia Tenggara.
c. Bidang Ekonomi
Untuk menjaga keamanan wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya
membangun
armadanya dengan kuat. Dengan demikian, perdagangan yang
berlangsung di
Sriwijaya dapat berjalan aman sehingga rakyatnya dapat hidup
aman dan makmur.
Sebagian besar penduduk Sriwijaya hidup dari hasil
perdagangan dan pelayaran.
Dari wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya banyak memperoleh
bea cukai dari
kapal-kapal dagang yang melintasi atau singgah di pelabuhan
milik Sriwijaya.
Sriwijaya menjual barang-barang produksinya, seperti emas,
perak, gading,
penyu, kemenyan, kapur barus, lada, dan damar. Para pedagang
asing dapat
menukarnya dengan aneka porselin, kain katun, dan sutra.
Kemajuan pesat dari Kerajaan Sriwijaya selain karena rajanya
cakap, gagah
berani, dan bijaksana, juga didukung oleh faktor yang
menguntungkan. Faktor-
faktor itu, antara lain sebagai berikut.
1) Letaknya strategis berada pada jalur perdagangan
India–Cina.
2) Sriwijaya telah menguasai Selat Malaka, Selat Sunda,
Semenanjung Malaya,
dan Tanah Genting Kra sebagai pusat perdagangan.
3) Hasil bumi Sriwijaya dan sekitarnya sebagai mata
perdagangan yang
berharga, terutama rempah-rempah dan emas tersedia banyak.
4) Armada lautnya kuat sehingga mampu menjalin hubungan dan
kerja sama
dengan Kerajaan India dan Cina.
5) Pendapatan Sriwijaya melimpah ruah yang berasal dari:
a) bea cukai barang dagangan yang keluar-masuk,
b) bea cukai kapal asing yang melalui bandarnya,
c) upeti para pedagang dan raja taklukan, dan
d) hasil bumi serta hasil perdagangan sendiri.
No comments:
Post a Comment