Monday, January 26, 2015

Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia



Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 5

Para ahli sejarah juga telah membuat beberapa kemungkinan tentang para
pembawa dan pengembang kebudayaan India di Indonesia. Terdapat tiga teori
tentang pembawa dan pengimbang kebudayaan India di Indonesia.
1. Teori Ksatria (Pendapat F.D.K. Bosch)
Teori ksatria menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia
disebabkan adanya proses kolonisasi di wilayah India oleh orang-orang India.
Raja-raja beserta prajurit India datang menyerang  dan mengalahkan kelompok-
kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Wilayah koloni-koloni itulah yang
menjadi pusat penyebaran kebudayaan India.
2. Teori Waisya (Pendapat N.J. Krom)
Teori waisya menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia
dibawa dan disebarkan oleh para pedagang India yang singgah di bandar-bandar
Indonesia. Para pedagang India yang singgah di bandar-bandar Indonesia sambil
menunggu arah angin yang tepat untuk melanjutkan perjalanan ada yang menetap
di Indonesia. Mereka ada yang menetap sementara dan ada pula yang menetap
untuk selamanya. Mereka menetap selamanya karena telah menikah dengan
wanita Indonesia. Dari perkawinan inilah makin memudahkan proses
penyebaran kebudayaan India. Proses penyebaran kebudayaan juga makin lancar
apabila para pedagang India itu dekat dengan penguasa lokal.
3. Teori Brahmana (Pendapat J.C. van Leur)
Teori brahmana menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke
Indonesia dibawa oleh para brahmana. Berdasarkan teori ini, para brahmana
India itu datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal di Indonesia.
Dengan demikian, kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah
budaya golongan brahmana.
Dari beberapa teori pembawa pengaruh kebudayaan India ke Indonesia,
teori brahmana agaknya yang memiliki dasar kuat. Alasan yang dikemukakan
para pendukung teori brahmana dalam menyangkal teori lainnya, antara lain
sebagai berikut.
a. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa para prajurit dan ksatria India
mengadakan penguasaan wilayah (kolonisasi) di Indonesia. Sumber tertulis
tentang proses kolonisasi, baik dari India maupun Indonesia tidak
ditemukan. Selain itu, hal-hal yang selalu mengikuti proses kolonisasi berupa
pemindahan segala unsur kemasyarakatan negeri induk (penjajah) tidak
ditemui. Kalaupun ada di wilayah Nusantara yang ditempati oleh kelompok
masyarakat India bukanlah proses kolonisasi. Namun, mereka adalah
masyarakat biasa yang kebetulan bermata pencaharian sama sebagai
pedagang. Tempat seperti itu sekarang masih dapat ditemui di bagian
wilayah barat Indonesia yang disebut Kampung Keling.
b. Kemungkinan pembawa kebudayaan India ke Indonesia adalah para
pedagang sesungguhnya juga kurang tepat. Alasannya, pedagang yang
datang ke Indonesia adalah para pedagang keliling yang berasal dari

Sejarah SMA/MA Kelas XI Program Bahasa 6

kalangan biasa. Padahal, sifat kebudayaan India yang berkembang di
Indonesia adalah kebudayaan tinggi. Alasan lainnya, hubungan pedagang
India dengan penguasa lokal di Nusantara hanyalah masalah perdagangan.
Dengan demikian, mustahil para pedagang tersebut mempunyai pandangan
tentang tata negara dan hal keagamaan.
c. Pengaruh keagamaan dari India yang datang ke Indonesia salah satunya
adalah agama Hindu. Padahal, agama Hindu pada awalnya bukanlah agama
untuk umum. Artinya, pendalaman agama tersebut hanya dapat dilakukan
oleh kaum brahmana. Merekalah yang dibenarkan mendalami kitab-kitab
suci. Pada praktiknya, di dalam agama Hindu lahir beberapa aliran. Adapun
sekte agama Hindu yang besar pengaruhnya di Jawa dan Bali adalah Saiya-
Siddharta. Pada prinsipnya sekte Saiva-Siddharta bersifat esoteris. Untuk
mencapai tingkatan brahmana guru, para brahmana biasa mengalami ujian
berat dan bertahun-tahun lamanya. Ketika brahmana biasa ditasbihkan
menjadi brahmana guru, ia dianggap telah mampu merubah air menjadi
amerta. Brahmana demikianlah yang datang ke Indonesia atas undangan
para penguasa lokal. Mereka diminta melakukan upacara khusus yang
disebut Vratyastoma. Pada dasarnya kesaktian para brahmana inilah yang
menyebabkan mereka didatangkan ke Indonesia. Mereka kemudian
mendapat kedudukan terhormat di kalangan penguasa Indonesia dan menjadi
inti golongan brahmana Indonesia yang berkembang kemudian.
Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula
agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di
Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Dari India,
Fa Hien berlayar pulang ke Cina. Pada saat melewati Nusantara, kapalnya
mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Ye-po-ti
(Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala
dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti
pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.
Pada abad ke-7 di Indonesia terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat
oleh raja-raja Sriwijaya. Hal itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 M agama
Buddha masuk di Indonesia. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha
Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham
animisme yang berkembang di Sriwijaya akhirnya berkembang aliran Buddha
Mahayana.
Masuknya kebudayaan India menjadikan bangsa Indonesia mulai mengenal
tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan demikian, Bangsa
Indonesia mulai memasuki zaman Sejarah, yaitu suatu periode atau pembabakan
waktu ketika manusia mulai mengenal tulisan dan meninggalkan keterangan
tertulis yang sezaman. Peninggalan tertulis itu dapat berupa prasasti (tulisan
yang dipahatkan pada batu), tulisan pada daun lontar, ataupun dokumen lainnya.
Setelah bangsa Indonesia mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta,
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat serta kebudayaannya makin cepat.
Struktur masyarakat mulai berkembang lebih teratur dan terorganisasi.

Perkembangan Kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia 7

Masyarakat yang sebelumnya hanya merupakan kelompok-kelompok sosial yang
dipimpin oleh kepala suku mulai mengenal sistem pemerintahan dalam bentuk
kerajaan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.
Agama Hindu pada awal perkembangannya di Indonesia membawa
pengaruh besar dalam sistem kemasyarakatannya. Sistem kasta yang sebenarnya
bermakna pada pembagian tugas dan kewajiban pada setiap orang yang berlaku
di dalam ajaran Hindu di India juga berkembang di Indonesia. Dengan sistem
kasta menyebabkan masyarakat Hindu seakan-akan saling hidup terpisah dan
membentuk kelompok sosial sendiri. Hal itu menyebabkan adanya jurang
pemisah yang lebar antara kasta tinggi (kasta Brahmana dan kasta Ksatria) dan
kasta rendah (kasta Waisya dan kasta Sudra). Stratifikasi yang mencolok itu
menyebabkan kasta Brahmana memiliki peranan dan pengaruh paling besar
dalam tata kehidupan masyarakat, termasuk kepada raja sekalipun. Kaum
brahmana jugalah yang berhak membaca dan mempelajari kitab suci agama
Hindu (Weda) serta yang mengatur upacara keagamaan. Oleh karena itu, kaum
brahmana mendapat kedudukan yang tinggi di dalam setiap kerajaan Hindu
(sebagai penasihat raja).
Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem kasta itu hanya berlaku pada saat
agama dan kebudayaan Hindu baru masuk dan berkembang beberapa saat di
Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem kasta itu hanya dijadikan
ajaran dalam agama Hindu di Indonesia saat ini, tetapi tidak dilaksanakan secara
mutlak. Setiap pemeluk agama Hindu mempunyai tugas dan hak yang sama
dalam beribadah dan bermasyarakat.

No comments:

Pages